Kondisi Ekonomi Belum Stabil, Pengamat: Kelola Keuangan dengan Efektif

Ilustrasi trading aset kripto
Sumber :
  • Kanchanara/Unsplash

Gadget – Covid-19 masih berlangsung. Terlebih, perang yang terjadi di Eropa, antara Rusia dan Ukraina masih memberikan dampak buruk pada persoalan supply and demand berbagai kebutuhan pokok dunia. Sehingga negara-negara maju mengalami inflasi, dan menimbulkan tekanan pada perekonomian dunia yang mengakibatkan terjadinya gangguan resesi global saat ini.  

Namun, meski dinamika resesi global sudah mengemuka, di Tanah Air, ekonomi nasional mampu unjuk gigi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia triwulan II – 2022 terhadap triwulan II – 2021 tumbuh sebesar 5,44% year on year (YoY). Bank Indonesia (BI) merespons peningkatan ini ditopang oleh permintaan domestik yang meningkat, terutama konsumsi rumah tangga, dan peningkatan kinerja eskpor.

Menanggapi isu di atas, menurut Ekonom CORE Indonesia, Piter Abdullah Redjalam mengatakan bahwa Indonesia mampu menghadapi badai dinamika resesi. Ia menganalisa perekonomian nasional relatif aman dan sedang menuju masa pemulihan pasca pandemi. 

"Masa depan ekonomi global memang sedang gelap, akibat ketidakpastian. Tetapi kendati demikian, kondisi Indonesia sebenarnya dapat dikatakan baik-baik saja. Dengan pertumbuhan 5,44%, kita sedang dalam proses pemulihan ekonomi, menuju perbaikan. Setidaknya kita lebih baik dari Malaysia dan Singapura” ujarnya dalam diskusi yang mengangkat tema "Melawan Dinamika Resesi Bersama Fintech Investasi", yang ditayangkan melalui channel YouTube Doku Talk.

Ilustrasi investasi fintech

Photo :
  • jason-briscoe/Unsplash

Meski Indonesia kuat terhadap kondisi ekonomi global saat ini, Wealth Advisory Head Bank UOB Indonesia, Diendy Liu, menyarankan agar setiap individu waspada dengan cara mengelola keuangan dengan baik. Sebab menurutnya, salah satu cara agar publik tidak terkena dampak yang signifikan akibat tekanan ekonomi ialah dengan melakukan perencanaan keuangan yang baik di tengah situasi ketidakpastian ekonomi.

“Kita harus mengukur daya beli kita sebagai individu. Kita harus mulai pilah-pilah apa saja yang mau kita konsumsi. Ada yang disebut dengan penghasilan bersih setelah kita membayar pajak. Dari sana kita bisa mengalokasikan untuk kebutuhan pokok kita, antara  sandang, pangan, papan, termasuk cicilan. Bagi yang sudah berkeluarga mungkin tambahan biayanya adalah pendidikan. Dari sana, pastikan kita masih punya sekitar 30%. Kemudian dari sisa 30% inilah kita bisa mengalokasikannya ke instrumen keuangan,” katanya.