7 Hal yang Terjadi di Dunia Fintech di 2022, Versi IFSOC
- jason-briscoe/Unsplash
Gadget – Indonesia Fintech Society (IFSOC) mengapresiasi kinerja positif sektor fintech dan ekonomi digital selama tahun 2022. Ekonomi digital di Indonesia bertumbuh 22% (Google, Temasek, Bain&Company, 2022) dan mengambil peran yang krusial dalam pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi. Tahun 2022 menjadi momentum optimisme terhadap sektor ekonomi digital. Geliat ekonomi global pasca pandemi telah mendorong transformasi yang fundamental di berbagai sektor ekonomi digital. Prospek besar ekonomi digital disambut dengan diterbitkannya berbagai regulasi yang akan berperan sebagai fondasi kebijakan pengembangan fintech dan ekonomi digital ke depan.
IFSOC mencatat terdapat tujuh hal yang perlu dicermati dalam lanskap fintech dan perkembangan ekonomi digital sepanjang tahun 2022.
Pertama, kemajuan dalam pelindungan data pribadi di Indonesia. IFSOC mengapresiasi pemerintah dan DPR atas pengesahan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP). Penerbitan UU PDP diharapkan dapat memberikan kepastian dan perlindungan hukum dalam pemrosesan data pribadi, serta membangun kepercayaan publik pada layanan digital. Ketua Steering Committee IFSOC, Rudiantara, menyampaikan bahwa pengaturan pelaksana UU PDP yang akan disusun nantinya harus mengedepankan aspek tingkat kepatuhan bagi pihak yang memproses data pribadi. Rudiantara juga menyoroti Lembaga Penyelenggara Data Pribadi, sebagaimana yang diamanatkan UU PDP, harus mampu mengawal implementasi UU PDP dengan skema pengawasan yang mendorong kepatuhan pengendali data.
“UU PDP membawa Indonesia pada era baru tata kelola data pribadi. Penyusunan peraturan turunan UU PDP ke depan harus diarahkan untuk meningkatkan mitigasi dan kepatuhan pelindungan data pribadi dibandingkan dengan hanya berfokus pada pemberian sanksi” tegas Rudiantara.
Kedua, QRIS Antarnegara menjembatani UMKM dengan wisatawan mancanegara. Bank Indonesia terus melakukan perluasan inovasi QRIS yang merupakan bagian dari Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI) 2025, salah satunya melalui implementasi QRIS Antarnegara. Inisiatif ini sudah diimplementasikan bersama Thailand, dan akan diperluas dengan beberapa negara lainnya di ASEAN. Selain itu, inisiatif ini menggunakan skema Local Currency Settlement (LCS) dimana transaksi antarnegara tidak lagi bergantung terhadap kurs US dollar. Steering Committee IFSOC, Dyah N.K Makhijani, menyatakan bahwa inisiatif QRIS Antarnegara berpotensi mendorong sektor pariwisata dari aspek sistem pembayaran, dengan menghubungkan UMKM dan ekonomi kreatif dengan sekitar 6,2 juta (BPS) wisata mancanegara ASEAN yang datang ke Indonesia, namun hal tersebut harus perlu didukung dengan edukasi dan sosialisasi yang masif baik untuk turis asing maupun merchant QRIS di Indonesia.
“Diharapkan inisiatif ini dapat terintegrasi dengan program K/L lain terkait pariwisata sehingga QRIS bisa menjadi kanal pembayaran digital turis wisata mancanegara secara end-to-end, mulai dari transportasi, hotel, hingga kuliner.” ujar mantan Asisten Gubernur Bank Indonesia tersebut.
Ketiga, terbukanya peluang kolaborasi yang lebih luas antara bank dan fintech. Kolaborasi penyaluran dana perbankan melalui fintech lending terus meningkat dan mendominasi selama tahun 2022. Hal ini dibuktikan dengan proporsi outstanding pinjaman fintech lending kategori lender perbankan dalam negeri mencapai kontribusi tertinggi 46% pada bulan Oktober 2022. Menurut Dyah, kolaborasi tersebut sejalan dengan upaya Bank dalam memenuhi kewajiban penyaluran modal untuk UMKM paling sedikit 20% pada tahun 2022 dan secara bertahap meningkat menjadi 25% di tahun depan. Selanjutnya, Dalam upaya mendorong perkembangan sektor keuangan digital, selama tahun 2022, telah diterbitkan dua peraturan UU PPSK dan POJK 22/2022 yang diharapkan dapat mempermudah inovasi melalui pemanfaatan teknologi dan kolaborasi dengan penyertaan modal Bank terhadap Fintech.