Gaya Bermain Arsenal: Adaptif atau Sepak Bola Haram?

Gaya Bermain Arsenal
Sumber :
  • Premier League

Gadget – Gaya permainan Arsenal ketika menghadapi Manchester City baru-baru ini memicu banyak perdebatan. Sebagian penggemar dan pengamat menilai bahwa The Gunners memilih pendekatan yang terlalu defensif, bahkan sampai disebut sebagai 'Sepak Bola Haram'. Kritik ini muncul setelah Arsenal dinilai lebih banyak bertahan dan menumpuk pemain di lini pertahanan. Namun, apakah ini benar-benar gaya bermain yang tidak layak? Atau justru pilihan yang realistis di tengah situasi yang tidak ideal?

Pertandingan Panas di Etihad
Pada pertandingan yang berlangsung di Etihad Stadium pada pekan ke-5 Premier League 2024/2025, Arsenal sukses menahan Manchester City dengan skor imbang 2-2. Hasil ini cukup mengejutkan, mengingat Man City adalah salah satu tim terkuat di liga. Pada menit ke-45+1, Arsenal bahkan sempat unggul dengan skor 2-1, tetapi segalanya berubah setelah kartu merah yang diterima oleh Leandro Trossard di menit 45+8.

Sejak saat itu, Arsenal terpaksa bermain dengan 10 pemain dan lebih fokus pada pertahanan. Di babak kedua, gaya bertahan total yang diterapkan oleh tim asuhan Mikel Arteta mendapat banyak kritikan. Arsenal memilih untuk menumpuk pemain di sekitar kotak penalti, dan strategi ini dianggap oleh sebagian fans sebagai bentuk 'sepak bola haram'.

Pilihan Realistis Bagi Arsenal
Kritik terhadap gaya bertahan Arsenal memang keras, tetapi jika dilihat dari situasi yang terjadi, mungkin pendekatan ini adalah pilihan paling logis. Dengan satu pemain yang harus keluar lapangan, meladeni permainan terbuka Manchester City bisa sangat berisiko. Arsenal tentu tidak ingin kehilangan kesempatan untuk setidaknya membawa pulang satu poin dari pertandingan ini.

Penguasaan bola Arsenal di babak kedua hanya sebesar 12,4 persen, dengan hanya satu kali tembakan tepat sasaran. Sementara itu, Manchester City mendominasi dengan 87,6 persen penguasaan bola dan melakukan 28 tembakan hanya di babak kedua. Namun, meski didominasi sepanjang babak kedua, Arsenal tetap berhasil menjaga agar tidak kebobolan lebih banyak.

"Kami belajar dari pengalaman sebelumnya," kata Mikel Arteta setelah pertandingan. "Kami pernah berada dalam situasi serupa dan kalah 5-0 saat mencoba bermain terbuka. Jadi, kali ini kami memilih pendekatan yang lebih bijaksana."

Arteta menegaskan bahwa keputusan bertahan penuh adalah hasil dari belajar dari kekalahan sebelumnya saat menghadapi tim besar seperti City. Jika Arsenal bermain terlalu terbuka, mereka mungkin akan pulang dengan kekalahan telak.

Arsenal yang Adaptif
Salah satu kekuatan Arsenal di musim 2024/2025 ini adalah kemampuan mereka untuk beradaptasi. Dalam enam laga kompetitif yang telah mereka jalani, The Gunners belum sekali pun merasakan kekalahan. Arsenal berhasil meraih tiga kemenangan dan tiga hasil imbang. Hasil ini menunjukkan bahwa tim asuhan Arteta mampu beradaptasi dengan baik di tengah situasi yang tidak menguntungkan.

Contoh paling nyata adalah saat menghadapi Manchester City. Dengan hanya 10 pemain di lapangan, Arsenal mampu tetap solid di lini belakang meski terus ditekan oleh City. Gaya bertahan yang sama juga berhasil mereka terapkan saat menang tipis 1-0 melawan Tottenham Hotspur dan imbang 1-1 melawan Brighton & Hove Albion.

Saat melawan Brighton, Arsenal juga kehilangan satu pemain kunci, Declan Rice, yang mendapat kartu merah. Situasi ini membuat Arteta sekali lagi memilih bermain lebih defensif. Keputusan serupa juga diterapkan ketika menghadapi Tottenham, di mana Arsenal harus bermain tanpa beberapa pemain kunci.

Dalam laga melawan Tottenham, Arsenal tidak bisa memainkan Martin Ødegaard, Declan Rice, Luca Calafiori, Takehiro Tomiyasu, Mikel Merino, dan Oleksandr Zinchenko. Namun, meskipun kekurangan banyak pemain, The Gunners tetap tampil solid dan mampu mengamankan poin penting.

Pilihan Adaptif atau Gaya Bertahan yang Berlebihan?
Dengan berbagai situasi sulit yang dihadapi Arsenal dalam beberapa pertandingan terakhir, sulit untuk menyalahkan keputusan Arteta yang memilih untuk bermain defensif. Meski gaya bermain bertahan ini tidak disukai oleh sebagian fans, hasil akhir menunjukkan bahwa strategi ini efektif. Mendapatkan poin melawan tim kuat seperti Manchester City, meski hanya dengan 10 pemain, jelas merupakan pencapaian yang tidak bisa dianggap remeh.

Namun, gaya bermain seperti ini tentu tidak bisa diterapkan dalam setiap pertandingan. Arsenal harus bisa menyeimbangkan antara bertahan dan menyerang, terutama saat mereka bermain dengan kekuatan penuh. Kritikan terhadap pendekatan defensif ini mungkin lebih karena ekspektasi bahwa Arsenal seharusnya bisa tampil lebih agresif dan menyerang, bahkan ketika menghadapi lawan berat seperti City.

Adaptasi yang Dibutuhkan di Premier League
Gaya bermain Arsenal ketika menghadapi Manchester City memang menuai pro dan kontra. Di satu sisi, mereka dikritik karena terlalu banyak bertahan, namun di sisi lain, keputusan tersebut bisa dianggap sebagai langkah adaptif yang tepat di situasi sulit. Bagi tim yang ingin bersaing di level tertinggi Premier League, kemampuan untuk beradaptasi dalam berbagai situasi adalah kunci penting. Arsenal, di bawah asuhan Mikel Arteta, tampaknya sudah memahami hal ini dengan sangat baik.

Dengan begitu, meskipun disebut memainkan 'Sepak Bola Haram' oleh beberapa penggemar, Arsenal berhasil menunjukkan bahwa adaptasi adalah kunci untuk bertahan di liga yang kompetitif seperti Premier League.

Dapatkan informasi terbaru seputar Gadget, Anime, Game, Tech dan Berita lainnya setiap hari melalui social media Gadget VIVA. Ikuti kami di :
Instagram @gadgetvivacoid
Facebook Gadget VIVA.co.id
X (Twitter) @gadgetvivacoid
Whatsapp Channel Gadget VIVA
Google News Gadget