Persekusi di Sekolah: Ivan Terancam 3 Tahun Penjara Usai Paksa Siswa Sujud dan Menggonggong

Penampilan Ivan Pengusaha Surabaya yang Paksa Siswa Mengonggong
Sumber :
  • lifehack

Gadget – Kasus kekerasan dalam dunia pendidikan kembali muncul dan mengundang perhatian luas. Kali ini, Ivan Sugianto, seorang guru SMA, diduga memaksa seorang siswa melakukan tindakan yang mempermalukan, seperti sujud dan menggonggong layaknya anjing. Insiden ini tidak hanya mengundang protes keras dari publik tetapi juga menyebabkan trauma mendalam pada korban, yang akhirnya melaporkan kasus ini ke pihak berwajib. Akibat perbuatannya, Ivan kini menghadapi ancaman hukuman penjara hingga tiga tahun jika terbukti bersalah.

Kasus yang mengejutkan ini terjadi di sebuah SMA, dan kejadian tersebut dilaporkan oleh sejumlah saksi mata, termasuk siswa lain yang melihat insiden tersebut di dalam kelas. Ketika insiden ini menyebar, masyarakat luas, terutama orang tua siswa, mulai menyuarakan kekhawatiran mereka terhadap keamanan dan kesejahteraan psikologis anak-anak di sekolah. Beberapa aktivis pendidikan pun mendesak adanya perombakan sistem disiplin di sekolah serta perlunya sanksi yang tegas terhadap guru yang bertindak berlebihan.

Insiden Persekusi di Dalam Kelas
Kejadian ini bermula ketika Ivan Sugianto, yang dikenal tegas dalam menegakkan disiplin, menegur seorang siswa yang diduga melakukan pelanggaran aturan sekolah. Namun, teguran yang diberikan oleh Ivan dinilai jauh dari batas kewajaran. Menurut pengakuan korban, Ivan tidak hanya memberikan teguran, tetapi juga memaksanya untuk melakukan tindakan yang merendahkan martabat di hadapan teman-temannya. Siswa tersebut dipaksa sujud dan menggonggong seperti anjing, suatu tindakan yang tidak hanya mempermalukan, tetapi juga meninggalkan trauma psikologis mendalam.

Siswa lain yang menyaksikan kejadian ini turut merasa tertekan dan takut. Mereka menggambarkan suasana kelas yang menjadi tegang, dengan beberapa siswa merasa cemas akan hal serupa bisa terjadi pada mereka. Bagi korban, tindakan ini telah membuatnya takut untuk kembali ke sekolah. Psikolog yang menangani kasus ini mengungkapkan bahwa trauma yang dialami korban bisa berdampak jangka panjang, mempengaruhi kepercayaan diri dan rasa aman di lingkungan sekolah.

Ancaman Hukuman bagi Ivan Sugianto
Setelah laporan dibuat oleh keluarga korban, Ivan Sugianto kini menghadapi ancaman hukuman yang cukup berat. Berdasarkan pasal yang diterapkan, jika terbukti bersalah, ia dapat dijatuhi hukuman penjara hingga tiga tahun. Langkah ini diambil sebagai upaya memberikan efek jera serta memastikan bahwa tindakan sewenang-wenang seperti ini tidak terjadi lagi di lingkungan pendidikan.

Masyarakat mendukung langkah hukum yang diambil keluarga korban. Mereka berpendapat bahwa guru, sebagai sosok panutan di sekolah, seharusnya dapat mengontrol emosi dan menggunakan pendekatan yang lebih mendidik dalam menangani pelanggaran siswa. Kekerasan, apalagi yang bersifat mempermalukan siswa di depan publik, dianggap tidak pantas dan melanggar etika pendidikan.

Tanggapan Keras dari Masyarakat dan Orang Tua Siswa
Kasus ini memicu reaksi keras dari masyarakat, terutama orang tua yang merasa khawatir akan keselamatan dan kesejahteraan anak-anak mereka di sekolah. Mereka menuntut pihak sekolah untuk bertanggung jawab atas insiden ini dan memperketat pengawasan terhadap perilaku guru dalam menangani kedisiplinan. Beberapa orang tua bahkan mempertimbangkan untuk memindahkan anak-anak mereka ke sekolah lain jika lingkungan sekolah tidak memberikan jaminan keamanan yang memadai.

Di sisi lain, pihak sekolah memberikan respons yang dinilai kurang memuaskan. Mereka tetap mempertahankan laporan yang menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan Ivan adalah bagian dari upaya menegakkan disiplin. Namun, banyak pihak yang meragukan alasan ini, menilai bahwa respons sekolah terkesan lebih melindungi guru daripada memperhatikan dampak psikologis pada siswa. Sikap keras sekolah justru menimbulkan reaksi negatif dan menambah kekecewaan publik terhadap sistem pendidikan.

Desakan untuk Reformasi Sistem Disiplin di Sekolah
Kasus ini kembali menyoroti pentingnya reformasi sistem disiplin di sekolah-sekolah Indonesia. Para aktivis pendidikan menilai bahwa metode disiplin yang mengandalkan kekerasan, baik fisik maupun verbal, sudah tidak relevan lagi di era modern. Mereka mengusulkan pendekatan yang lebih humanis dan edukatif dalam menegakkan kedisiplinan, seperti memberikan pengarahan dan dukungan psikologis daripada memaksa siswa untuk tunduk dengan cara-cara yang merendahkan.

Mereka juga mendesak pemerintah untuk lebih serius menangani kasus-kasus kekerasan di sekolah dengan menerapkan regulasi yang ketat. Para aktivis berpendapat bahwa adanya regulasi yang jelas dan penerapan sanksi tegas akan menjadi langkah penting dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan nyaman bagi siswa. Mereka berharap bahwa semua pihak, termasuk sekolah dan pemerintah, dapat bekerjasama untuk mencegah kekerasan di dunia pendidikan.

Trauma dan Dukungan Psikologis bagi Korban
Para psikolog yang terlibat dalam kasus ini menekankan pentingnya penanganan trauma pada siswa yang menjadi korban. Trauma yang dialami akibat kekerasan atau perlakuan tidak pantas di sekolah dapat berdampak jangka panjang, mempengaruhi kepercayaan diri, rasa aman, dan bahkan performa akademik siswa. Dukungan dari keluarga dan lingkungan sekitar menjadi sangat penting dalam proses pemulihan psikologis korban.

Sekolah diharapkan dapat menyediakan layanan konseling bagi siswa yang terdampak, serta melakukan edukasi bagi para guru mengenai metode pengajaran yang positif dan berempati. Tindakan-tindakan ini diharapkan bisa mengembalikan rasa aman siswa dan mendorong terciptanya suasana belajar yang lebih kondusif.

Apa yang Bisa Dipelajari dari Kasus Ini?
Kasus ini menjadi pelajaran penting bagi semua pihak terkait, baik guru, sekolah, orang tua, maupun pemerintah. Tindakan kekerasan di lingkungan pendidikan seharusnya tidak lagi diterima sebagai “bagian dari disiplin.” Sebaliknya, ada banyak metode yang bisa dilakukan untuk menegakkan aturan tanpa merendahkan atau menyakiti siswa.

Sekolah sebagai institusi pendidikan diharapkan mampu menciptakan lingkungan yang positif, aman, dan mendukung perkembangan siswa. Kekerasan dalam bentuk apapun tidak dapat ditoleransi, apalagi di hadapan siswa lain yang dapat berdampak pada psikologis mereka.

Kasus Ivan Sugianto ini juga menekankan perlunya keterlibatan pihak luar, seperti konselor atau psikolog, dalam menangani pelanggaran yang dilakukan siswa. Dengan pendekatan yang tepat, siswa tidak hanya bisa memahami kesalahannya, tetapi juga termotivasi untuk memperbaiki diri tanpa merasakan malu atau takut berlebihan.

Dengan adanya tekanan publik dan langkah hukum yang tegas, diharapkan ke depannya kasus-kasus serupa tidak lagi terjadi. Semua pihak memiliki tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan berintegritas tinggi.

Dapatkan informasi terbaru seputar Gadget, Anime, Game, Tech dan Berita lainnya setiap hari melalui social media Gadget VIVA. Ikuti kami di :
Instagram @gadgetvivacoid
Facebook Gadget VIVA.co.id
X (Twitter) @gadgetvivacoid
Whatsapp Channel Gadget VIVA
Google News Gadget