Kerugian Perbankan Dunia Akibat Kejahatan Siber Capai Rp1.433 Triliun

Deputi Bidang Pelaporan dan Pengawasan Kepatuhan PPATK, Fithriadi Muslim.
Sumber :
  • Bank DBS Indo

GadgetNasabah perbankan merupakan target empuk kejahatan siber. Baik scamming, phishing dan sejenisnya bisa membuat perbankan dunia rugi sampai USD100 miliar atau setara Rp1.433 triliun.

Kaspersky Catat 709 Juta Serangan Phishing di 2023, Naik 40%

Hal ini terungkap dalam data International Monetary Fund (IMF) tahun 2020. Dalam data tersebut, estimasi total kerugian rata-rata tahunan akibat serangan siber yang dialami sektor jasa keuangan secara global mencapai USD 100 miliar atau lebih dari Rp1.433 triliun. 

Tak hanya IMF yang memiliki data tersebut. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun yang sama memprediksi bahwa jumlah pencucian uang mencapai nilai Rp29.000 triliun setiap tahun. 

Waspada! Film Nominasi Oscar Jadi Modus Phishing

Salah satu modus penipuan yang kerap didapati adalah social engineering, di mana seorang hacker memanipulasi korbannya untuk memberikan kata sandi atau informasi bank, bahkan secara diam-diam memasang (install) perangkat lunak berbahaya di komputer korban untuk mendapatkan kendali atas perangkat tersebut. Setelah mendapatkan akses, hacker akan mengambil mencuri identitas korban hingga menguras tabungan.  

Tenaga Ahli Kepala PPATK Judith L.R. Panggabean memaparkan dari seluruh Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) Proaktif pada Februari 2021-Maret 2024, 45 persen dari laporan tersebut merupakan kasus penipuan, dan 5 persen berasal dari transaksi perbankan.

5 Contoh Email Phishing yang Kerap Tipu Karyawan

Laporan ini bermula dari red flag (sebuah penanda apabila ditemukan transaksi atau aktivitas yang tidak wajar) yang ditemukan dalam proses identifikasi, verifikasi, dan pemantauan transaksi. Red flag kemudian dianalisis dan dilaporkan ke PPATK dalam bentuk LTKM.

Perbankan memainkan peran krusial dalam menjadi garda terdepan untuk mengatasi kejahatan keuangan. Salah satu caranya adalah mengelola hubungan dengan calon dan pengguna jasa, serta menerapkan PMPJ atau Prinsip Mengenali Pengguna Jasa. Salah satu yang terpenting adalah termasuk memutus hubungan jika ditemukan identitas palsu, penolakan pada tahap PMPJ, pengkinian profil, pemantauan transaksi, hingga pelaporan.

Halaman Selanjutnya
img_title